Ada sebuah legenda yang selalu diceritakan masyarakat Jawa tentang candi ini. Alkisah, lelaki bernama Bandung Bondowoso mencintai Roro Jonggrang. Karena tak mencintai, Jonggrang meminta Bondowoso membuat candi dengan 1000 arca dalam semalam. Permintaan itu hampir terpenuhi sebelum Jonggrang meminta warga desa menumbuk padi dan membuat api besar agar terbentuk suasana seperti pagi hari. Bondowoso yang baru dapat membuat 999 arca kemudian mengutuk Jonggrang menjadi arca yang ke-1000 karena merasa dicurangi.
SHIVA ArdhanaRishwar
Jumat, 03 September 2010
Prambanan, Candi Hindu Tercantik di Dunia
Kamis, 22 Juli 2010
History of Haryana - Mahabharat War
Dhritarashter and Pandu were born to Bhisham's brothers. Dhritarashter was born blind and though the elder, he had to forfeit his claim to the throne due to this physical defect. Pandu became king. Of the two brothers Dhritarashter married Gandhari, whereas Pandu, the younger had two wives, Kunti and Madri. Gandhari was so devoted to her husband that she bandaged her eyes, not to enjoy anything that she could not share with her royal husband, and thus remained voluntarily blind for life. She became the mother of the Kouravs, 100 in total, whereas Kunti got three sons and Madri two.
Dasavatara: Sepuluh Avatar Dewa Vishnu
Agama Hindu menyatakan bahawa adanya Dasa Avatar yang sangat terkenal di antara avatar-avatar lainnya. Dasa Avatar adalah sepuluh Avatar yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Vishnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Avatar, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Avatar terakhir (Kalki Avatar), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Avatar tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana.
Sepuluh Avatar itu adalah:
- Matsya Avatar, sang ikan, muncul saat Satya Yuga
- Kurma Avatar, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga
- Waraha Avatar, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga
- Narasimha Avatar, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga
- Wamana Avatar, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga
- Parasurama Avatar, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga
- Rama Avatar, sang ksatria, muncul saat Treta Yuga
- Krishna Avatar, putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
- Buddha Avatar, pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga
- Kalki Avatar, sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga
Senin, 19 Juli 2010
JEJAK Tantra di INDONESIA
Perpaduan Hindu Siwaisme dengan Buddha Mahayana
Dasar-dasar paham Tantra sebenarnya telah ada di India sebelum bangsa Arya datang di India, jadi sebelum kitab Weda tercipta. Pada masa itu, di peradaban lembah Sungai Sindu, cikal-bakal paham Tantra telah terbentuk dalam praktik pemujaan oleh bangsa Dravida terhadap Dewi Ibu atau Dewi Kemakmuran. Dalam salah satu seloka lagu pujaan, Dewi ini dilukiskan sebagai penjelmaan kekuatan (sakti) penyokong alam semesta. Timbullah paham Saktiisme, atau disebut jugaKalaisme, Kalamukha, atau Kalikas (Kapalikas), yang dianut oleh penduduk asli India tersebut. Karena pengikut sekte ini kebanyakan penduduk asli India, maka oleh bangsa Arya disebut Sudra Kapalikas.
GANESHYA (GANAPATI)
Ganeshya pada mulanya tersirat di Reg-Veda sebagai seorang dewa minor dengan sebutan Vinayaka.Di masa itu dewa pengetahuan ini belum terwujud secara keseluruhan, namun lama kelamaan Hindhu (sanatana) Dharma berevolusi secara pesat dari berbagai system ritual vedik mengarah secara pasti dan positif ke suatu pemahaman akan Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi,Yang serba Maha Alam segala-galanya. Oleh sebab itu maka wujud Ganeshya sebagai maha-dewapun lalu tampil sebagai manifestasi ilmu pengetahuan duniawi dan spiritual, sekaligus menggantikan posisi Hyang Brahman yang makin lama makin tidak popular, demi menunjang perjalanan hidup umat dharma pada zaman kali-yuga ini. Sebagai maha-dewa, Ganeshya kemudian disejajarkan dengan orang tuanya. Berbagai candi Shiva di India, Indonesia dan berbagai tempat lainnya memposisikan Ganeshya di bagian depan candi, kemudian Durga di tengah agak ke atas, dan candi Shiwa di belakang pada posisi tertinggi, namun dalam wujud Lingga-Yoni. Semua posisi ini menunjukan bahwa untuk mencapai penyatuan atau pemahaman Moksha diperlukan dasar pengetahuan (widya) yaitu Ganeshya dengan gadingnya yang retak (shasira-widhi berbagai ritual,hal-hal yang tidak abadi) dan juga dibutuhkan widya (jalan Ilahi yang benar dan hakiki),yaitu gading yang sempurna.
Namun tanpa Bunda Penuntun (yaitu Durga, Maya, semesta, kehidupan duniawi ini), maka seorang tidak akan mungkin mencapai penyatuan dengan Brahman Yang Maha Esa (Shiva itu sendiri),yang disimbolkan dalam bentuk Lingga-Yoni (positif-negatif,dari-Nya mengalir air kehidupan ini, diayomi dan kemudian kembali di daur-ulang demi mempersiapkan kehidupan berikutnya). Proses tersebut berlaku untuk semua yang eksis, baik itu setitik debu ataupun buana agung yang semesta ini. Namun untuk menghayati semua ajaran adiluhung ini diperlukan wahana penuntun atau medium antara manusia dan para dewa, antara manusia dengan alam semesta dan sekitarnya. Medium tersebut adalah ilmu pengetahuan dalam arti seluas-luasnya.